Bahasa Indonesia Tidak Gerus Bahasa Daerah!
Ilustrasi Bahasa Indonesia (Google.com)
Sudah jelas Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi utama antar masyarakat di negara, namun saat ini muncul stigma negatif bahwa penggunaannya menyebabkan tergerusnya bahasa dan budaya daerah.
Stigma ini muncul di daerah yang baru berkembang dalam pembangunan dan sebelumnya memiliki masyarakat kental akan bahasa dan budaya daerahnya.
Pendapat ini mengemuka di tatanan masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai adat istiadatnya. Sehingga bila ada dalam anggota masyarakatnya pada sikap dan perilakunya tidak sesuai adat menjadi suatu yang tabu dan keliru.
Biasanya pandangan ini muncul dari orang tua atau warga yang telah uzur dimana menganggap penggunaan bahasa Indonesia tidak lazim dalam pergaulan.
Sebagai contoh di Kota Padang yang sangat kental dengan bahasa dan aksen Minangkabaunya.
Beberapa pemuka adat dan orang tua menyayangkan penggunaan Bahasa Indonesia di tengah pergaulan generasi muda yang menurutnya menghilangkan kemampuan berbahasa daerahnya.
Alasannya penggunaan Bahasa Indonesia di antara masyarakat sesama orang Minang dapat menggerus pengetahuan adat istiadat asalnya.
Memang fenomena yang terjadi di Padang dibandingkan 10 tahun lalu saat ini, generasi muda lebih senang menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi antar sesama dibandingkan bahasa daerah.
Bukan hanya itu komunikasi orang tua dengan anak saat ini juga lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia ketimbang bahasa aslinya.
Bagi masyarakat yang kental akan adat dan budayanya, fenomena ini seakan mengancam keberlangsungan kebudayaan dan adat istiadat di masa depan.
Persoalannya betulkah itu terjadi demikian?
Bila ditilik lebih dalam sebenarnya banyak faktor yang seharusnya bisa menangkal pandangan seperti itu.
Pemicunya perkembangan zaman dan teknologi yang memaksa masyarakat untuk menyesuaikan untuk penggunaan bahasa komunikasinya.
Artinya penggunaan Bahasa Indonesia di tengah masyarakat daerah bukan semata menggerus penggunaan bahasa daerah justru memperkuat komunikasi sesamanya.
Pada dasarnya Bahasa Indonesia dan bahasa daerah dapat dikatakan bahasa ibu atau bahasa utama yang digunakan anak sejak lahir.
Pemilihan penggunaan Bahasa Indonesia dibanding bahasa daerah juga merupakan hak setiap warga sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh perseorangan atau kelompok.
Di samping itu saat ini masyarakat jauh lebih cerdas dalam menyikapi sesuatu termasuk penggunaan bahasa.
Kecenderungan penggunaan Bahasa Indonesia dilakukan karena hubungannya lebih beragam, sehingga perlu penyesuaian bahasa.
Bila dilihat di kalangan pemuda di Padang, Bahasa Indonesia digunakan saat terdapat lawan bicara dari daerah lain di luar Sumatera Barat.
Sebaliknya saat kembali kepada keluarga atau adat istiadat, kembali menggunakan bahasa daerah untuk komunikasinya.
Dengan kata lain perkembangan teknologi dan kemajuan pembangunan di daerah menjadikan masyarakat lebih heterogen sehingga penggunaan Bahasa Indonesia sangat tepat digunakan sebagai alat komunikasinya.
Hal inilah yang mungkin kurang menjadi pertimbangan masyarakat adat yang memiliki pandangan negatif tersebut.
Dalam menyesuaikan bahasa tidak hanya dilakukan oleh remaja hingga dewasa saja, anak bawah lima tahun juga sudah dapat melakukannya.
Saya mengambil contoh anak saya yang berusia empat tahun, dia sudah dapat membedakan penggunaan bahasa dengan seseorang.
Saat berbicara dengan saya yang bukan asli Minang, dia menggunakan Bahasa Indonesia sesuai yang saya ajarkan.
Namun dia akan dapat berbahasa Minang saat berkomunikasi dengan mertua atau kakak ipar saya yang memiliki bahasa daerah cukup kental.
Sebaliknya orang tua yang sudah uzur bahkan kental dengan bahasa daerahnya juga akan menyesuaikan dengan Bahasa Indonesia saat bertemu orang bukan daerah asalnya.
Ini menjadi bukti Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah harus berdampingan dalam penggunaannya.
Sedangkan terkait bahasa menggerus kearifan lokal rasanya tidak, sebab perkembangan zaman dan teknologi yang menjadikan generasi muda melupakan kebudayaan daerahnya.
Jangankan kebudayaan daerah, kebudayaan nasional pun banyak yang tidak mengenal dengan baik.
Contohnya keponakan saya saat disuruh membaca sila Pancasila masih lupa dan sulit menghafal dengan baik.
Namun sebaliknya bila disuruh menceritakan drama Korea atau Film Indonesia sangat hafal dari awal hingga akhirnya.
Dengan kata lain kearifan lokal bukan tergerus karena penggunaan Bahasa Indonesia namun lebih pada tradisi dari generasi muda yang lebih terpengaruh perkembangan teknologi.