Napak Tilas Friendster Ala Teksinfo
Ilustrasi sosmed (pixabay.com) |
Bagi generasi yang lahir tahun 1980an hingga awal 1990an, Friendster adalah media sosial paling wah saat awal 2000an hingga akhirnya mulai punah semenjak hadirnya Facebook pada 2004.
Hingga akhirnya perusahaan start up asal Kanada itu resmi mengundurkan diri dari jagat sosial media pada 2015, setelah berjuang dengan mengubah genre dari media sosial ke game namun sepi peminat.
Meskipun demikian bagi yang mengenal friendster saat awal diluncurkan, tentu mengetahui fitur fitur keren yang ada di friendster.
Seperti dapat memilih template, gaya tampilan Friendster yang bisa diubah-ubah layaknya template blog menjadikan orang dapat mengenal kita dari gaya tampilan Friendster.
Menggunakan Friendster pada saat itu jelas menjadikan seseorang tidak "kudet" atau kurang update, karena pada saat itu Facebook terlebih lagi instagram masih di kandung badan.
Hal yang paling menyenangkan menggunakan Friendster yakni adanya unjuk kemampuan menulis, karena sosial media ini hanya menyediakan fitur untuk membuat komentar atau Testimoni pada teman.
Dari hanya percakapan lewat testimoni tersebut secara intensif akan dilanjutkan dalam hubungan SMS atau telepon-teleponan.
Hal menarik dari Friendster yakni saat mencari teman berdasarkan kesukaan atau hobi yang dimiliki. Dengan begitu terbentuk grup-grup yang terdiri atas netizen yang memang memiliki hobi sama atau keinginan sama.
Selain itu dalam galeri informasi, Friendster tidak disusupi kepentingan politik ataupun mengandung informasi hoaks atau status lebay seperti Instagram atau facebook seperti sekarang ini.
Pengalaman penulis sendiri teman baru yang ada di Friendster secara intensif menjaga hubungan hingga beralih ke sosial media lain seperti Facebook.
Secara langsung atau tidak Friendster fungsinya hanya sebagai alat komunikasi untuk meningkatkan hubungan pertemanan sekaligus tempat berbagi file seperti musik dan lainnya. Sebagaimana tujuan Jonathan Abrams sang pendirinya.
Pada saat didirikan Jonathan Abrams bertujuan menggabungkan friend atau pertemanan dengan napster atau situr berbagi file khususnya musik Mp3. Kedua istilah tersebut digabungkan menjadi Friendster.
Ilustrasi (pixabay.com) |
Sama seperti media sosial zaman "now" membuat akun Friendster juga perlu menggunakan email yang dahulunya ngetop adala h Yahoo.mail dan plasa mail.
Setelah memiliki akun barulah kita bisa memulai memodifikasi tampilan dan menambah lagu profil dan foto yang disukai. Tidak lupa mengisi biodata sesuai format yang disediakan yang sudah seperti CV pekerjaan saja.
Di situ yang paling penting yakni about dan status, sebab pengalaman penulis ketika itu bila statusnya tidak single jarang dijadikan teman. Sehingga pada saat itu Friendster memang jadi ajang cari jodoh juga. Bila zaman sekarang ini mirip-mirip medsos Badoo atau Twoo.
Selain itu kesukaan atau interest juga menjadi penting dalam pertimbangan kita memilih teman, sehingga Friendster menjadi ajang sharing pengetahuan terhadap sesuatu sekaligus awal hubungan lebih lanjut.
Tahun 2010 Friendster mulai menambah fitur gaming, meskipun tetap mempertahankan platform terdahulunya. Sayangnya perusahaan Malaysia yang mengakuisisinya menutup habis "Friendster" lama sehingga termodifikasi menjadi platform game.
Perlahan tapi pasti Friendster yang secara pamor sudah kalah telak dari platform media besutan Marc Zuckerberg ditinggalkan penggunanya dan menutup akunnya, termasuk penulis.
Itulah sepenggal pengalaman teksinfo menggunakan Friendster yang ternyata fiturnya memang ditiru sebagian oleh media sosial zaman sekarang.
Mungkin sekarang Friendster sudah tenang di alam sana, namun kenangannya tetap berbekas bagi pencintanya yang saat itu mencapai lebih 100 juta pengguna.