Pemikiran Bagai Sepakbola, Anak-Anak Menyerang dan Dewasa Bertahan
Ilustrasi |
Kebanyakan orang menilai dewasa ditandai dengan pemikiran yang matang, tidak mudah menyerah dan mampu mencarikan solusi untuk masalah, meskipun pandangan ini tidak mutlak.
Sebab bila dianalisis lebih dalam pemikiran dewasa ini hanya diperuntukkan saat seseorang memiliki masalah sehingga diperlukan upaya untuk memecahkan atau keluar dari persoalan tersebut.
Dalam hal ini pemikiran dewasa menjadi langkah utama untuk mengendalikan diri atas persoalan yang ada seperti bersikap sabar, ikhlas, berbesar hati dan lapang dada.
Akan tetapi bila ini dilakukan secara terus menerus dapat dikatakan seseorang itu hanya bertahan terhadap masalah tanpa berpikir untuk mencarikan solusi.
Memang dalam ajaran agama Islam, setelah mendapat masalah atau ujian yang diberikan Allah SWT, solusinya tentu berdoa dan meminta solusi melalui ibadah Shalat.
Akan tetapi tidak semua orang mendapat hidayah dari Allah SWT untuk mendapat petunjuk tersebut, sebagian kehilangan jati dirinya dan mengalami kelelahan mental yang berujung pada gangguan mental.
Dari analisis sederhana ini dapat dikatakan pemikiran dewasa amat dominan lebih pada pertahanan diri terhadap masalah.
Ilustrasi. |
Hal ini sejalan dengan ilmuan Maslow yang menempatkan seseorang dewasa sebagai pribadi yang dapat mengaktualisasikan dirinya terkait potensi dalam dirinya dan telah menerima dirinya sendiri. Sehingga akan mendapatkan nilai sikap kedewasaan.
Tentunya bila hanya melakukan pertahanan dengan mendominankan pemikiran dewasa tidak akan cukup menyelesaikan masalah bila tidak ada usaha atau melakukan penyerangan.
Usaha penyerangan ini berupa ikhtiar untuk keluar masalah atau "move on" yang sudah tentu membutuhkan ketenangan, hati yang suci dan pikiran yang jernih.
Ikhtiar ini dapat menggunakan pola pikir seperti anak-anak yang dinilai masih suci sehingga pemikirannya masih murni seperti yang dikatakan Levitt dan Dubner dalam bukunya "Think Like A Freak : Berpikir Tidak Biasa untuk Hasil yang Luar Biasa".
Sifat anak-anak yang yakni jujur, haus ingin tahu, penuh energi dan antusiasme, tidak berhenti berimajinasi, bahagia menjadi cara untuk seseorang keluar dari masalah atau "move on"
Kombinasi pemikiran antara anak-anak dan dewasa ini dapat diibaratkan dalam pertandingan sepakbola yang kompleks namun hanya terdiri atas penyerangan dan pertahanan.
Ilustrasi |
Masalah dalam pertandingan sepakbola adalah yakni kebobolan yang berujung kekalahan maka untuk menyelesaikan masalahnya yakni dengan menyerang dan mencetak gol.
Hal ini juga serupa dalam persoalan kehidupan sebagai contoh masalah bos yang toksik tentu kita akan menggunakan pola bertahan yakni dewasa menyikapinya artinya menerima dengan apa adanya.
Sejenak kemudian kita harus sudah memikirkan bagaimana melakukan penyerangan misalnya dengan hati yang bersih berdiskusi langsung dengan bos tersebut atau jujur mengatakan ketidaksukaan dengan toksisitas hubungan yang terjadi.
Hasil dari upaya ini tentu akan berdampak negatif ataupun positif, dan kemudian akan disikapi dewasa kembali sembari mencari cara untuk menyerang.
Amat wajar persoalan akan hadir dan kemudian terselesaikan muncul lagi masalah baru sebab kehidupan memang untuk memecahkan masalah.
Meskipun demikian sebenarnya bila keyakinan seseorang amat kuat kepada Allah SWT, segala persoalan dan kemudian solusinya hanya berasal dari Sang Pencipta. Semoga bermanfaat.
Referensi :
-Levitt, D.Steven dan Stephen J Dubner. 2024. Think Like a Freak: Berpikir Tidak Biasa untuk Hasil yang Luar biasa. google.co.id
-https://kutukata.id/2021/07/15/wacana/think-like-a-freak-berpikirlah-seperti-anak-anak/
-https://greatmind.id/article/menjadi-anak-anak-bukan-berarti-kekanakan#:~:text=Kekanak%2Dkanakan%20berarti%20kita%20sebagai,belum%20mengerti%20salah%20atau%20benar.